Marius Ramis Dajoh,
Lelaki kelahiran Airmadidi, Sulawesi Utara pada 2 November 1909 itu Di antara hanya sedikit sastrawan berdarah Minahasa, kawasan di ujung utara Sulawesi itu memiliki penyair dari angkatan Pujangga Baru. Marius Ramis Dajoh, begitu nama lengkapnya, ternyata adalah juga guru, wartawan dan pejuang nasional.
Dia jelas terbilang nasionalis. Hal ini sangat tergambar dalam puisi-puisinya yang menggaung kritik, akibat kepiluannya melihat kondisi masyarakat Indonesia di masa penjajahan Belanda. Baginya makna kemerdekaan sangat penting, guna membangun kesejahteraan dan kemajuan Indonesia.
Dajoh berpendidikan formal sebagai guru, dan mendapatkan tugas mengajar di Pulau Jawa. Di samping itu sebagai penyair, Dajoh disebut paling lantang menyatakan empatinya pada kemiskinan dan penderitaan yang ditanggung rakyat desa hingga kota. Sajak-sajaknya yang selalu membela rakyat kecil (apalagi ditulis dalam bahasa Belanda), membuat dirinya repot berurusan dengan pemerintah kolonial Belanda di era tahun 1930-an. Dajoh meninggal dunia pada 15 Mei 1975.
Sutan Takdir Alisjahbana selaku pelopor Pujangga Baru, termasuk orang yang memahami ratapan Dajoh, dan kehancuran hatinya melihat kemiskinan, kemelaratan dan penderitaan rakyat Indonesia di masa itu.
Dia menyimak betapa Dajoh penuh perhatian kepada lelaki, anak, orang tua dan segenap masyarakat yang berjuang dengan kelaparan dan kesengsaraan. Menurut rasa dan nalurinya, segala sesuatu di saat itu seakan turut menangis. Padahal, rakyat Indonesia diberi oleh Tuhan tanah yang kaya dan subur.
Di bagian lain, kritikus sastra HB Jassin menyebut Dajoh sebagai pelopor Nieuwe Zakeljkheid melalui sajak-sajaknya. Beliau juga dikatakan sebagai bukti individualisme di tengah masyarakat modern Indonesia, karena kurang menguasai bahasa Melayu dan menggunakan bahasa Indonesia yang terbentuk oleh pendidikan Barat.
Dajoh mendapatkan pendidikan di Kweek School Ambon (atau Sekolah Guru Negeri) tahun 1923. Selanjutnya dia memasuki Hogere Kweek School Bandung (1926), yang diteruskan dengan kursus Christhely Noormal Cursus Voer de Hupalte di Malang pada tahun 1927-1929. Lalu dia mengikuti kuliah di Universitas Sawerigading (1930) hingga mendapatkan gelar Doktor Kehormatan pada tahun 1933.
Dajoh dikenal sebagai penulis prosa dan puisi, di samping buku cerita mengenai kepahlawanan dan religi. Dia menulis dalam dua bahasa, yaitu bahasa Belanda dan Indonesia, akan tetapi sebagian besar kumpulan puisinya memakai bahasa Belanda, dan saat ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Dajoh juga sering menulis dalam berbagai majalah, antara lain Poedjangga Baroe, dan majalah bulanan Krsiten, Sebiji Sawi. Beberapa syairnya yang berbahsa Belanda dikumpulkan dalam Syair Untuk ASIB (Algemen Steunfonds voor Inheemse Behoeftigen) atau Yayasan Sokongan Umum untuk Fakir Bumiputera yang didirikan pada tahun1934-1935 dalam rangka memberantas kelaparan.

Comments are closed.